HUTA DAN KERAJAAN RANGKUTI
Berawal huta dan keajaan marga Rangkuti, ialah di Runding dan Runding ini terletak di seberang sungai terbesar di Mandailing bernama Batang Gadis dan Kerjaan Runding itu berhadap-hadapan dengan kerajaan marga Pulungan di Huta Bargot.
Waktu itu tatkala Panyabungan semasih hutan belantara tempat bersarangnya upar dan ular, tempat dan arena terkamannya babiat-baleum yang maninggal, tak ada imbangan Kerjaan Pulungan di Huta Bargot dan tat kala itu pulalah kerajaan Rangkuti di Runding, maka termasuk Runding termasuk salah satu Huta dan Kerajaan tertua di Mandailing, kira-kira pertengahan abad XI.
Baru pada pertengahan abad – XIV ada sekelompok ekspedisi Singosari datang dari Minangkabau, yang menaklukkan Kerajaan di Hulu Kutu Kampar ialah Aditiawarman. Setelah Kerajaan Hulu Kutu Kampar ini ditaklukkannya kemudian ia mendirikan Kerajaan disana yang dipusatkan di Sungai Dareh, Ibu negeri Kerajaan tadi dipindahkanlah kedekat batu sangkar dan dinamakanlah Pagarruyung.
Tempatnya kejadian ini pada tahun 1339M, dan pemindahan ke Batusangkar kemudian dinamakan Pagarruyung ialah pada tahun 1400 M, dan kedatangan Aditiawarman yang mendirikan Kerajaan di Pagarruyung ini dibenarkan dengan pembuktian Patung Aditiawarman di Gedung Museum Jakarta dituliskan bahwa Patung tersebut dibawa dari daerah Sungai Dareh, Dimana Aditiawarman mendirikan Kerajaan disana pada saat tahun 1929M. Hal ini juga tercantum dalam buku Ir. Onggang Parlindungan berjudul Tuangku Rao yang mengakui kedatangan Aditiawarman ke Sumatera Barat pada tahun tersebut tadi.
Dengan demikian jelas manakala dihubungkan dengan persoalan kedatangan Rangkuti ke Runding dikaitkan dengan Singosari, sama sekali tidak diterima akal.
Menurut Penyelidikan H.A.K Pulungan (Seorang Pensiunan Departemen Penerangan), lebih diterima akal bahwa Rangkuti itu sekelompok turunan pendatang dari Tapanuli Utara, sebagaimana halnya marga-marga lain dari Tapanuli Selatan umumnya dan di Mandailing khususnya.
Sebelum abad ke- XIV, menurut lalu lintas yang menghubungkan antara Utara denan Selatan di Tapanuli, belum seperti hubungan lalu lintas sekarang ini. Sebelum Abad tersebut, lalu lintas dari Tapanuli Utara ke Tapanuli Selatan hanya dua Jalur, yaitu:
Samosir – Balige – Siborong-borong dan dari Siborong-borong terus ke Pangaribuan dan dari Pangaribuan ada tiga persimpangan jalan, diantanya:
a. Kalau ke kiri terus ke Labuhan batu via Simundol
b. Kalau ke kanan terus ke Lobu Tayas menuju ke Spirok.
c. Kalau menempuh jalan lempang (Lurus) kebawah, pasti ke Huristak dan dari Huristak terus ke Sibuhuan, kemudian ke hapung dan di Hapung terdapat dua persimpangan jalan :
- Kalau ke kiri terus ke Sopodua dan dari Sopodua menjurus ke Rao Sumatera Barat.
- Kalau ke kanan, pasti menuju Tor Sihite dan Sirangkap, dan dari Sirangkap menuju Gunung Baringin terus ke Panyabungan, dan kalau demikian pasti akan bertemu di Batang gadis, Runding boleh dikatakan terletak di pesisir Batanggadis di pangkal Tor Sigantang.
Para pembaca masih ingat bagaimana alm. Willem Iskander (Ali Sati Nasution) yang meninggal di Negeri Belanda pada tanggal 8 Mei 1876, Seorang pembawa modernisasi Mandailing di bukunya yang tesohor dan bacaan di bangku sekolah Volkschool (tatkala penjajahan Belanda) kemudian dilarang terbit beredar dan dibaca oleh Pemerintahan Pnejajahan Belanda, Betapa Willem Iskander mrnggambarkan Mandailing itu sebagaimana terurai dalam kumpulan tulisannya yang berkesan politik bernama “Sibulus-bulus Sirumbuk-rumbuk” katanya dalam sastra Mandailing Asli,
Mandailing Asli | Bahasa Indonesia |
O...... Mandailing Godang | O...... Mandailing Besar |
Tano Ingananku sorang | Tempat darahku tertumpah |
Na niatir ni dolok malampas, | Yang dikeleilingi bukit yang tinggi |
Na nijoling dolok namartimbus | Yang ditatap bukit berasap |
Ipulna laing busbus..... | Asapnya Mengepul terus ... |
Tor Sihite tingon julu | Tor Sihite dari sebelah hulu (Timur) |
Patontang dohot Tor Baorang | Berhadapan dengan Gunung Sorik Marapi |
Gurung-gurung manompi Lubu | Dibelakangku seku bangsa Siladang (Lubu) |
Boi mangadop tu Dolok Sigantang | Mukaku menghadap Tor Sigantang |
Kenapa ia berkata menghadap Tor Sigantang?
Karena disana sudah ada suatu Kerajaan (Huta) dimana Rajanya Rangkuti, Kebetulan sudah lahir Nasution Sibaroar. Rangkuti itu menjadi Moranya dan pada umumnya mereka beristrikan boru Rangkuti. Maka tidak menghearankan selaku marga Nasution, Willem Iskander dalam kata pesan tersebut menyeru Moranya di Runding yaitu Rangkuti.
Menurut paara ethnologi, Penduduk sekitar Pasaman Barat (Sumatera Barat atau Minang Kabau) bukanlah turunan dari minang, pada umumnya mereka adalah turunan dari Tapanuli yang telah menjadi Melayu-Minang, Namun adat-istiadat mereka merupakan campuran antara Mandailing dengan Minang.
Kedatangan Rangkuti ke Runding, Sebagai diuraikan terlebih dahulu dari arah Rao sudah dapat diduga kalaupun tidak merupakan kepastian, mereka juga berasal dari Tapanuli kemudian Ke Rao dan dari sana ke Ruding. Tinggal persoalannya dari rumpun manakah Rangkuti pada asal mulanya....? Marilah mengikuti uraian berikut ini
0 comments:
Post a Comment