Wilayah kerajaan yang didiami marga Rangkuti ini cukup luas, mencakup huta-huta (kampung-kampung) di Mandailing Jae (Mandailing Godang), Batang Natal dan Mandailing Julu. Salah satu huta di Mandailing Godang adalah Hutalobu atau yang sekarang disebut Aek Marian, yang merupakan tanah kelahiran Ayah saya. Di sinilah terdapat makam salah seorang leluhur marga Rangkuti yaitu, Datu Janggut Marpayung Aji, yang merupakan generasi keempat dari keturunan Sutan Pane, yang bersaudara dengan Sutan Parapat.
Makam Datu Janggut Marpayung Aji tersebut, Letaknya di desa Aek Marian tidak terlalu jauh dari Panyabungan. Hanya lebih kurang 30 menit saja dengan berkendara. Jalannya pun mulus, karena merupakan Jalan Lintas Sumatera menuju Sumatera Barat.
Setelah sampai di Aek Marian dan melewati jembatan yang ada di sana, kita akan menemui suatu penanda ke arah makam tersebut di sebelah kanan, menunjuk suatu jalan kecil serupa gang. Penanda tersebut bertuliskan “Raja Datu Janggut Marpayung Aji” di atasnya lalu kata “Rangkuti” dengan huruf berjejer vertikal di bawahnya. Melewati rumah-rumah penduduk di gang tersebut, kita lalu berbelok ke kiri dan berjalan menanjak ke atas, masuk ke wilayah hutan. Jalan yang dimaksud berupa undakan-undakan yang telah ditumbuhi semak belukar. Di kanan kirinya adalah hutan heterogen. Cukup melelahkan bagi yang tidak biasa berolahraga.
Setelah hampir 15 menit berjalan ke atas, maka sampailah kita di tanah yang datar, tak lagi berundak-undak. Melihat ke kanan, di sanalah terletak makam tersebut. Sebuah makam yang cukup luas. Diperkirakan jasad manusia di dalamnya berukuran lebih tinggi dan besar daripada ukuran rata-rata jasad manusia sekarang. Luasnya kira-kira 3×3 meter persegi. Makam sederhana itu hanya dikelilingi susunan batu-batu serupa cadas, dengan sebuah batu besar di salah satu ujungnya yang berfungsi sebagai nisan. Aksara pada nisan purba tersebut tak lagi jelas karena telah ditutupi sejenis jamur. Di atasnya berupa tanah yang ditumbuhi rerumputan liar. Dibersihkan hanya bila ada yang berziarah ke makam tersebut.
Sebagaimana makam tua, konon ada hawa mistik di makam ini. Sejak dulu, banyak orang yang penasaran dengan isi makam tersebut. Sesuai kepercayaan yang diwariskan turun temurun, diyakini bahwa di dalam makam tersebut ada harta yang turut dikubur bersama jasad Datu Janggut Marpayung Aji. Harta inilah yang sering jadi buruan orang. Biasanya para pemburu harta makam ini beraksi pada malam hari. Namun seringkali, para pemburu ini tak sampai pada niatnya karena sesuatu hal yang sulit dijelaskan. Menurut cerita para tetua di kampung tersebut, suatu waktu ada orang yang nyaris berhasil, namun ketika ia hampir dekat ke harta tersebut, terdengarlah suara-suara asing yang membuat orang tersebut membatalkan niatnya dan lari tunggang langgang. Setelah itu, tak seorang pun lagi berani mengutak atik makam meskipun tak ada orang yang menjaga.
Sebagaimana makam tua, konon ada hawa mistik di makam ini. Sejak dulu, banyak orang yang penasaran dengan isi makam tersebut. Sesuai kepercayaan yang diwariskan turun temurun, diyakini bahwa di dalam makam tersebut ada harta yang turut dikubur bersama jasad Datu Janggut Marpayung Aji. Harta inilah yang sering jadi buruan orang. Biasanya para pemburu harta makam ini beraksi pada malam hari. Namun seringkali, para pemburu ini tak sampai pada niatnya karena sesuatu hal yang sulit dijelaskan. Menurut cerita para tetua di kampung tersebut, suatu waktu ada orang yang nyaris berhasil, namun ketika ia hampir dekat ke harta tersebut, terdengarlah suara-suara asing yang membuat orang tersebut membatalkan niatnya dan lari tunggang langgang. Setelah itu, tak seorang pun lagi berani mengutak atik makam meskipun tak ada orang yang menjaga.
Mungkin karena tidak ada yang menjaga, makam tersebut pada akhirnya terkesan tidak terurus. Lihat saja jalannya yang telah tertutupi semak belukar. Jalan berupa tangga yang seharusnya menjadi akses utama ke makam tersebut tak terlihat lagi dan di beberapa undakannya menjadi cukup licin karena telah ditutupi tanah semak belukar. Makam yang seharusnya dipugar agar terlihat lebih indah dan terawat karena merupakan salah satu situs sejarah yang penting di daerah tersebut, tampak suram dan hampir hanya terlihat seperti tanah biasa bila tidak diberi pembatas.
Tidak hanya makam Raja Datu Janggut Marpayung Aji. Beberapa situs sejarah yang penting pada masa sebelum masuknya Islam ke daerah tersebut, nyaris terabaikan begitu saja. Bahkan beberapa batu prasasti atau arca pada zaman kepercayaan Hindu, banyak yang tak diketahui keberadaannya. Bisa jadi malah masih banyak yang belum tergali, baik fisik maupun sejarahnya.
Agaknya persoalan kelestarian situs-situs bersejarah ini tidak mendapat perhatian penting dari masyarakat sekitar dan pemerintah daerah setempat. Suatu hal yang “lumrah” di daerah Mandailing. Tak heran bila pembangunan daerahnya berjalan lambat. Padahal bila dioptimalkan, wisata sejarah dan budayanya amat potensial untuk dikembangkan dan dapat berpengaruh positif pada sektor perekonomian masyarakatnya yang kebanyakan masih hidup di bawah garis kemiskinan. Bila masyarakat dan pemerintah daerahnya tidak lagi peduli pada warisan sejarah dan budaya yang tak ternilai itu, agaknya ini akan menjadi PR penting bagi generasi penerus Rangkuti.
Apakah hanya sebagai PR kita bahas terus menerus hanya sebagai buah mulut saja atau tapa realisasi untuk melestarikan dan menjaga serta menunjukkannya ke pada dunia, ini lah salah satu bukti bahwa Rangkuti itu ada. Jadi apa yang seharusnya kita lakukan? Menurut admin seharusnyalah kita sebagai keturunan dari marga Rangkuti ini bergotong royong untuk membangunnya apalagi yang ada kemampuannya terutama dalam materi. Mohon digaris bawahi Jangan Sampai Kita ini dikatakan Manipol (Mandailing Polit) yang merupakan gambaran orang kepada Orang mandailing, Saling membantulah dan saling mempererat Silaturrahim.
0 comments:
Post a Comment